Minggu, 10 Maret 2013

Sejarah Anti Semitisme - Anti Yahudi di Indonesia

Dalam novelnya yang terbit pada tahun 1919 berjudul Under Western Eyes, pengarang Inggris Joseph Conrad menulis bahwa semua pikiran tentang konspirasi dan persekutuan- persekutuan politis adalah hal kekanak-kanakan, hasil dari buah karya pemikiran rendah yang hanya cocok untuk pangung sandiwara dan novel.
SEJARAH, Anti Semitisme, Anti Yahudi

Kekanak-kanakan memang, namun kita sangat suka cerita-cerita seram tentang persekutuan politik dan konspirasi. Semua orang suka konspirasi, tidak peduli seberapa maju masyarakatnya. Di Amerika Serikat, bisa dikatakan terdapat sebuah industri kecil film, buku dan rekaman yang berhubungan dengan dengan pembunuhan JFK.

Mayoritas orang di Afrika percaya bahwa penyakit AIDS diciptakan oleh pemerintah negara-negara Barat untuk menghapus ras kulit hitam.


Di awal abad ke 20, orang Australia percaya sepenuhnya bahwa tetangga mereka di utara - termasuk kita di Indonesia - akan menyerang dan menguasai Australia. Prasangka tersebut menghasilkan apa yang kemudian dikenal sebagai kebijakan kulit putih Australia (White Australia Policy) yang baru di hapuskan di awal dekade 1970-an.


Orang Uni Soviet - sebuah imperium besar yang tercipta berkat hasil konspirasi politisi berhaluan kiri di awal abad lalu - selalu mempersalahkan CIA sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kehancuran negara adidaya tersebut.


Bagi kebanyakan orang di Indonesia, Bangsa Yahudi-lah yang sering disebut sebagai biang keladi dari semua bencana dan masalah yang terjadi.


Segera setelah Peristiwa 11 September, sebuah surat kabar terkemuka di ibukota memuat berita utama yang menyatakan bahwa ada sebuah konspirasi besar Yahudi di belakang rubuhnya Menara Kembar WTC - sebuah kesimpulan yang ditarik dari fakta sumir bahwa lebih dari 4,000 pegawai keturunan Yahudi absen tidak masuk kerja pada hari yang naas tersebut.


Konspirasi Yahudi bahkan dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan rezim Orde Baru. Presiden Soeharto sendiri mempersalahkan sebuah konspirasi internasional Yahudi sebagai penyebab keruntuhan rezim Orde Baru. Sebuah majalah Muslim bernama Siar menerbitkan sebuah wawancara dengan Soeharto dimana di dalamnya Soeharto secara eksplisit menyebutkan bahwa konspirasi Zionis berada di balik kerusuhan sosial dan politik yang mendorongnya untuk mundur dari jabatan presiden.


Bagi sebagian kelompok orang Islam di Jakarta, sebuah konspirasi besar Yahudi yang sama telah yang bertanggung jawab atas segala permasalahan yang membelit masyarakat kita, mulai dari berubahnya pola makan, kemunduran ekonomi, kemunculan penyakit-penyakit misterius sampai bahkan berubahnya kurikulum pendidikan nasional.


Bulan Desember tahun 2009 lalu, anggota dari kelompok ini, yang menamakan dirinya sebagai Kajian Zionisme International mengadakan pertemuan yang dinamakan sebagai Konferensi Internasional untuk membahas tentang akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh konspirasi Yahudi serta merumuskan cara-cara praktis untuk mengatasinya.


Salah seorang pembicara, seorang kandidat doktor yang belajar filosofi Islam di Universitas Kebangsaan Malaysia mengeluarkan sebuah pernyataan yang - tidak terlalu mengejutkan memang - menghujat sekularisme serta upaya untuk memahami agama secara ilmiah (demistifikasi) . Menurut sang pembicara, kedua hal tersebut adalah sebuah upaya jahat yang diciptakan oleh pemikir-pemikir Yahudi untuk membuat agama, Islam terutama, menjadi tidak suci dan tidak berguna lagi.


Pembicara ini menelusuri akar sekularisme sampai kepada pemikiran filosof Belanda Benedict de Spinoza dari bukunya yang kontroversial Theological- Political Treatise, yang menggegerkan Eropa saat diterbitkan pada tahun 1670.


“Di dalam buku ini, Spinoza menulis bahwa akal adalah satu-satunya cara untuk mencapai kebenaran dan satu-satunya cara untuk memahami agama adalah melalui ilmu pengetahuan dan akal. Dan inilah yang merupakan akar dari orientalisme dan sekularisme yang sekarang diperkenalkan dan dipraktekkan oleh beberapa intelektual Muslim kita yang memperkenalkan diri mereka sebagai Muslim Liberal,” demikian kata si pembicara kepada peserta konferensi.


Semua pembaca filsafat tahu bahwa sebetulnya cukup aman untuk mengatakan bahwa Rene Descartes dan Immanuel Kant-lah yang bertanggung jawab atas kelahiran rasionalisme -  dan pada akhirnya atas Periode Pencerahan di Eropa. Namun, sang pembicara memilih untuk menyerang Spinoza karena sang filusuf tersebut memiliki darah Yahudi. (Meskipun bisa ditambahkan juga bahwa Spinoza memiliki hubungan yang kurang baik dengan komunitas Yahudi di Eropa, karena Spinoza sendiri sudah tidak menganggap dirinya lagi sebagai orang Yahudi sejak usia dua puluhan)


Untuk semakin menegaskan pendapatnya, si pembicara selalu menyebut Spinoza dengan nama depan yang sudah ditinggalkannya sejak usia muda, Baruch, nama yang tidak bisa diragukan lagi sangatlah Yahudi.


Pembicara berikutnya, seorang dokter terkemuka di Jakarta yang telah mengunjungi zona-zona konflik paling berdarah di dunia, termasuk wilayah Palestina dan Afghanistan sebagai sukarelawan kemanusiaan, mengemukakan sebuah teori menarik tentang sebuah konspirasi gelap Yahudi dibalik munculnya wabah penyakit misterius yang terjadi di Indonesia. Konspirasi yang sama itu juga bertanggung jawab dalam menyebarkan gen penyakit Alzheimer ke dalam vaksin yang
disuntikkan kepada jemaah Haji dari Indonesia.

“Sangat tidak masuk akal kalau penyakit tersebut kita sebut sebagai pandemi karena kita hanya menemukan kasus kasus yang terisolasi dari tempat tempat yang tidak saling berdekatan seperti di Tangerang dan Medan. Jadi bahkan untuk hal-hal sensitif yang berkaitan dengan kesehatan manusia, orang-orang (Yahudi) ini bersikeras untuk menegakkan New World Order,” si pembicara berkata kepada peserta seminar. New World Order mengacu kepada persekongkolan jahat kaum Masonis untuk mengambil alih kendali dunia.


Seorang pembicara yang lain, seorang konsultan perbankan Syariah punya teori yang lebih menakutkan lagi. Dia mengatakan bahwa konspirasi Yahudi juga telah bertanggung jawab untuk menjadikan Indonesia sebagai negara importir gandum utama dunia.


“Sampai pada akhir dekade 1970-an, bisa dikatakan kita tidak tahu apa itu yang dinamakan sebagai gandum. Namun semenjak kita mengkonsumsi mi instan secara besar-besaran kita berubah menjadi negara pengimpor gandum. Sebagai mana anda tahu sendiri gandum tidak tumbuh di sini. Merekalah yang akan diuntungkan dari impor kita ini. Mereka bahkan punya kekuatan untuk merubah pola makan kita,” pembicara tersebut berkata, mengacu kepada konspirasi besar Yahudi.


Saya lihat yang hadir di seminar tersebut mengangguk-angguk saja tanda setuju. Sepertinya ada persetujuan tidak tertulis bahwa meskipun semua pembicara tidak secara langsung menyebutkan kata Zionis, Yahudi atau Freemason dalam presentasi mereka - semua pembicara sepakat menggunakan kata “mereka” untuk menyebut apa yang dianggap sebagai musuh bersama - ada semacam konsensus bahwa pihak-yang-tidak- akan-disebut- namanya adalah konspirasi Yahudi jahat. Penggunaan kata “mereka” disini secara diametral dihadapkan dengan kata “kita” yang secara luas digunakan untuk mengacu kepada Muslim di ruangan seminar dan di seluruh dunia.


Di luar arena seminar, di lapangan depan kantor pusat Muhammadiyah di Menteng, Jakarta Pusat telah berdiri kios-kios kecil yang menjual buku-buku tentang Konspirasi Yahudi dan Freemason, kaus oblong bergambar bintang David yang disilang, serta barang-barang lain yang berhubungan dengan anti Zionisme. Kebanyakan buku yang dijual di kios kios tersebut adalah buku wajib bagi mereka yang mendalami kajian anti-Yahudi dan konspirasi Yahudi.


Tidak perlu mengernyitkan dahi untuk memahami judul-judul buku-buku tersebut, sangat terus terang seperti Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia, Fakta dan Data Yahudi di Era Reformasi, Yahudi Menggenggam Dunia, Singapura Basis Israel di Asia Tenggara, Membongkar Bencana Israel Raya, Kebangkitan Freemason di Indonesia. Ada juga judul yang menyerupai buku novel konspirasi Dan Brown The Greatest Design: A Novel.


Namun anda salah jika berfikir kalau buku-buku semacam itu hanya bisa ditemui di konferensi-konferen si Islam saja. Buku-buku semacam itu sekarang sudah bisa dengan mudah ditemukan di toko buku manapun bahkan yang ada di dekat rumah anda sekalipun.


Beberapa waktu yang lalu saya mengunjungi sebuah toko buku di sebuah mall paling trendi di Jakarta Selatan dan disitu saya menemukan sebuah buku yang menulis perjalanan hidup seorang pastor Katolik Belanda - yang dipercaya dikirim oleh sebuah konspirasi Zionis-Freemason untuk membantu membawa Soeharto ke puncak kekuasaan.


Di sebuah buku yang lain, seorang penulis - yang juga seorang pemimpin redaksi sebuah majalah Islam terkemuka - dengan gaya penulisan a la Dan Brown melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap apa yang dia namakan sebagai warisan dari gerakan Zionisme di Indonesia - sebuah negara yang dikenal tidak pernah memiliki komunitas Yahudi bahlan ketika Indonesia masih dibawah kolonialisme Belanda sekalipun.


Dalam buku Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia, penulis Herry Nurdi berargumen bahwa tidak ada satu halpun dalam sejarah negeri ini yang tidak memiliki kaitan dengan Zionisme dan Freemason. Sang penulis mengemukakan teori bahwa semua bapak pendiri bangsa mulai dari Soekarno, Agus Salim, Dr. Soetomo, Radjiman Wedjodinigrat adalah orang-orang yang dipengaruhi oleh pemikiran Yahudi. Mereka ini semua adalah pengikut dari Annie Besant, pemimpin dari gerakan Theosofi, yang dituduh oleh si pengarang sebagai perwakilan dari konspirasi Zionis-Freemason untuk mengkampanyekan sekularisme.


Bagi anda yang menjadi penggemar Dan Brown, pasti anda akan tertarik dengan gaya penulisan novel detektif yang digunakannya dalam mengungkap symbol-simbol Yahudi yang diduga tersembunyi di banyak gedung-gedung legendaris kota Jakarta. Salah satu bangunan yang dicurigai adalah gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, yang dulu dikatakan sebagai tempat pertemuan dari para anggota kelompok Freemason di Hindia Belanda.


Salah satu gedung paling penting di Jakarta yang juga sering menjadi tempat pertemuan rahasia kelompok Freemason dan Zionis adalah Gedung Bappenas di Jl. Diponegoro. “Pada kiri dan kanan tulisan Bappenas, jika dilihat lebih dekat anda akan menemukan sebuah logo Freemason dan jika digabung logo itu akan membentuk sebuah bintang David“, tulis Herry dalam buku yang telah dicetak ulang beberapa kali oleh penerbit Cakrawala.


Anti-Semitisme di Indonesia? Apakah itu semua bisa dikatakan sebagai bentuk anti Semitisme?


Menurut definisi yang diberikan oleh Uni Eropa (entitas yang cukup bisa dikatakan netral dalam urusan anti-Semitisme) , isi buku tersebut memang bisa dikatakan sebagai mengandung tendensi anti-Semitisme. Uni Eropa mendefiniskan anti-Semitisme sebagai upaya untuk menuduh kaum Yahudi sebagai pihak yang berkonspirasi untuk mencelakakan umat manusia dan bertanggung jawab atas segala permasalahan yang muncul di dunia (Anti-Semitism is charging the Jew of conspiring to harm humanity, and it is often used to blame Jews for “why things go wrong.”)


Definisi dari Uni Eropa ini juga lebih jauh lagi menyatakan bahwa anti-Semitisme bisa mengambil bentuk pidato, tulisan, bentuk visual maupun tindakan yang memberikan stereotype jelek dan karakater atau sifat yang negatif kepada orang Yahudi.


Beberapa peneliti professional juga telah menemukan bahwa anti-Semitisme telah memiliki akar yang sangat mendalam di Indonesia. Dalam tulisannya di Jurnal Indonesia No. 69, tahun 2000 terbitan Universitas Cornell yang berjudul Kiblat and the Mediatic Jew ahli Indonesia James Siegel mengatakan bahwa, “sejak lama telah ada sentimen anti-Semitisme di Indonesia dan meningkat secara drastis di masa pemerintahan Presiden Soeharto.”


“Protocols of the Elders of Zion telah mengalami cetak ulang beberapa kali dan demikian pula literatur anti-Semitisme yan g lain,” kata Siegel. Protocols adalah sebuah teks yang banyak diacu sebagai sumber dari rencana orang Yahudi untuk mengambil alih kendali Dunia.


Ahli Indonesia yang lain Martin van Bruinessen menulis dalam Yahudi sebagai Simbol Dalam Wacana Pemikiran Islam Indonesia Masa Kini ketertarikan orang Islam terhadap semua hal yang berbau konspirasi Yahudi dimulai di awal dekade 1980-an, dengan mulai diterbitkannya buku-buku tentang gerakan Freemason sebagai sebuah organisasi klandestin orang Yahudi. Buku-buku tersebut diterbitkan oleh lembaga penelitian Muhammadiyah bernama Lembaga Penelitian dan Pengembangan Agama dan Liga Muslim Dunia atau Rabithah Al-`Alam Al-Islami.


Di dalam buku-bukunya kedua organisasi tersebut menyatakan bahwa Protocols merupakan bukti akurat dan otentik tentang sebuah konspirasi Yahudi untuk mengambil alih kendali dunia.


Sepanjang dekade 1980-an, kebanyakan buku-buku tentang konspirasi Yahudi didasarkan kepada apa yang dianggap sebagai dokumen asli Protocols, yang justru diterjemahkan bukan dari sumbernya di Eropa, namun dialihbahasakan dari Bahasa Arab. Di sepanjang dekade ini pula, apa yang bisa dikatakan sebagai industri kecil anti-Semitisme berkembang secara pesat mengikuti semakin meningkatnya kesadaran beragama umat Islam.


Buku dan Bisnis: All Suspense?


Di akhir dekade 1980-an, buku pertama tentang konspirasi Yahudi yang diterbitkan oleh Al-Kautsar, sebuah lembaga penerbitan di Cipinang, Jakarta Timur, adalah sebuah terjemahan dari sebuah buku tentang konspirasi besar Yahudi di Eropa dan Amerika yang dianggap bertanggung jawab terhadap pecahnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II.


Di pertengahan dekade 1990-an terjadi perubahan dengan munculnya penulis-penulis muda yang mulai menawarkan pendekatan yang beragam terhadap konspirasi Yahudi. Beberapa penulis muda ini mencoba membawa tema konspirasi Yahudi ke dalam konteks lokal.


Salah satu buku yang beredar luas tentang konspirasi Yahudi di tingkat lokal ditulis oleh budayawan Betawi terkenal Ridwan Saidi yang berjudul Fakta dan Data Yahudi di Indonesia. Dan sama seperti buku konspirasi Yahudi yang lain, buku ini mengemukakan dugaan bahwa kelompok Freemason, Rotary Club, Lions Club, paham Sosialisme dan Marxisme dan bahkan paham Shiah adalah turunan dari persekongkolan jahat Yahudi untuk menguasai dunia.


Baru-baru ini, buku tersebut dicetak ulang setelah menjadi best-seller di toko-toko buku Islami. Penerbit Al-Kautsar juga merekrut Rizky Ridyasmara, seorang wartawan senior dari website Eramuslim, sebuah lembaga yang paling rajin membahas tema-tema zionisme, untuk menulis ulang buku tersebut, dengan menambahkan data-data baru, misalnya dengan menulis bahwa Dhani Ahmad dari kelompok musik Dewa adalah keturunan dari keluarga Yahudi di Surabaya dan dia telah menyebarkan ajaran-ajaran Yahudi melalui musik.


Akhir-akhir ini bisnis penjualan buku-buku tentang Zionisme sangat menjanjikan. Direktur penerbit Al-Kautsar Thohir Bawazier mengatakan bahwa beberapa buku tentang Zionisme telah dicetak sebanyak 15 kali dan telah menjadi sumber referensi di beberapa sekolah Islam.


“Sebuah judul bisa dianggap sebagai best-seller jika terjual dari 3,000 eksemplar setiap bulan, dan beberapa buku tersebut telah beberapa kali dicetak setelah melewati angka 3,000,” Tohir mengatakan kepada saya beberapa waktu yang lalu di kantornya di belakang Penjara Cipinang.


Tohir juga mengatakan kalau 40 persen dari buku-buku tentang konspirasi Yahudi beredar di wilayah Jabodetabek. Sebagian buku tersebut juga terjual di Malaysia dan Singapura. Pemimpin perusahaan penerbit buku-buku Islam Cakrawala, Khoiruddin mengatakan bahwa buku tentang konspirasi Yahudi akan mudah terjual jika konflik baru meletus antara Israel dan pejuang Palestina.


“Saya percaya kalau umat Islam di negeri ini bisa merasakan ketidakadilan yang dialami oleh saudara-saudara Muslim di Palestina dan mereka ingin melakukan sesuatu. Yang kita lakukan adalah memberikan informasi sehingga umat Islam bisa membuat keputusan yang bijak terhadap isu tersebut,” Khoiruddin berkata ketika saya menemuinya di kantornya yang sempit - yang merangkap sebagai sebuah percetakan - di Kebon Jeruk. Namun ketika saya temui, Ridwan Saidi menolak anggapan bahwa dia adalah seorang anti-Yahudi.


“Saya sendiri percaya kalau Yahudi adalah komunitas yang kuat, meskipun tidak sekuat yang kita perkirakan. Mereka tidak bisa bertanggung jawab terhadap semua hal buruk di dunia. Dan kalaupun misalnya ada permasalahan kenapa kita tidak fokuskan saja kepada tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Israel,” Ridwan mengatakan kepada saya di sebuah perbincangan di sebuah rumah makan di Taman Ismail Marzuki (TIM) beberapa saat setelah dia memberikan orasi politik menentang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hampir lima bulan yang lalu.


Ridwan sendiri dengan cepat menambahkan bahwa tidak mungkin dia adalah seorang anti-Semit, karena dia sendiri malah memiliki darah Yahudi di dalam tubuhnya. “Ibu dari kakek saya adalah orang Belanda dan kemungkinan besar dia adalah orang Yahudi,” Ridwan berkata kepada saya, sebelum terlibat dalam perdebatan dengan beberapa aktivis politik yang ikut dalam perbincangan kami tentang beberapa tokoh nasional yang diduga memiliki darah Belanda - jika bukan Yahudi.


Ketika saya menanyakan tentang sebuah novel yang berbau Yahudi yang di tulisnya lebih dari sepuluh tahun yang lalu, Ridwan mengatakan bahwa itu hanyalah main-main saja.


Pada tahun 1996, Ridwan menerbitkan sebuah novel yang bercerita tentang karakter utamanya diburu oleh agen intelijen Israel Mossad yang berjudul Anak Betawi Diburu Intel Yahudi. Pak Ridwan mungkin sedang sadar dengan siapa dia berbicara, seorang jurnalis dari sebuah media berbahasa Inggris yang dikenal pro-Barat. Dan kemudian saya juga menjadi mahfum ketika jawaban terakhir yang dia berikan adalah sebagai berikut:


“Ah itu cuma biar seru saja. Biar ada suspense. Tidak akan ada orang yang tertarik membaca buku saya kalau yang mengejar adalah detektif Polri,” Ridwan berkata sambil tertawa keras-keras.

by: M.Taufiqurrahman (taufiq_rahman772000@yahoo.com), wartawan The Jakarta Post


Tidak ada komentar:

Posting Komentar